reporter-channel – Massa Gerakan Nasional Pembela Rakyat (GNPR) menggelar demo di kawasan Patung Kuda Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat. GNPR meminta proyek eco city Pulau Rempang dihentikan. “Siapkan lebih dahulu infrastrukturnya biar rakyatnya bisa menerima. Jangan ada relokasi,” kata Koordinator Lapangan Verry Koestanto kepada wartawan di kawasan Patung Kuda, Rabu 20 September 2023.
Verry mengatakan, GNPR meminta audiensi dengan Presiden Joko Widodo dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukkam) Mahfud Md ataupun siapapun yang mewakili. Hal ini dimaksudkan agar pihak pemerintah bisa mendengar aspirasi masyarakat. “Kita tidak suka adanya intervensi atau relokasi yang merugikan rakyat,” ujarnya.
Menurut dia, kasus Rempang perlu dikomunikasikan dengan baik. Sebab investasi, harus menguntungkan semua pihak. “Bicarakan sebaik-baiknya. Sehingga semua bisa menerima dengan kebaikan. Karena investasi harus menguntungkan semuanya, jangan hanya menguntungkan satu pihak, jangan yang lain pihak merasa dipinggirkan,” ujarnya.
Saat massa GNPR menggelar aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, lalu lintas mengalami kemacetan. Arus lalu lintas mulai macet dari Bundaran HI menuju Patung Kuda sekitar pukul 14.30. Lalu lintas arah Jalan Merdeka Selatan dan Jalan Budi Kemuliaan III tersendat, sementara lalu lintas di Jalan Merdeka Selatan arah Bundaran HI normal.
Massa berjumlah seribuan orang berunjuk rasa dan mendengarkan orasi dari para orator. Tampak orator berorasi bergantian di atas satu unit mobil komando. Massa juga memasang spanduk bertulisan ‘Aksi Bela Rempang 209’. Sambil berunjuk rasa tentang persoalan Pulau Rempang, massa aksi juga melantunkan salawat nabi.
Dalam unjuk rasa itu, GNPR menyatakan bahwa Proyek Rempang Eco City yang menggusur paksa dan mengusir penduduk asli Kampung Tua di Kelurahan Rempang Cate dan Sembulang, adalah proyek hasil Kawin Silang UU Omnibus Law Ciptaker Maha Karya Rezim berkuasa dan MoU Cheng Du. “Ini adalah bentuk nyata pelanggaran Hak Asasi Manusia lewat perampasan hak ekonomi, sosial dan budaya dari penduduk asli Kampung Tua, Pulau Rempang,” kaya pernyataan resmi mereka.
Menurut GNPR, Tragedi Kemanusiaan di Rempang adalah pelanggaran nyata terhadap tujuan bernegara sebagaimana termaktub dalam pembukaan konstitusi UUD 1945 yakni, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia memajukan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan kehidupan bangsa.
Karena itu mereka menuntut Pemerintah Pusat untuk menghormati hak penduduk asli Kampung Tua Pulau Rempang dengan menghentikan Proyek Rempang Eco City serta dicabut dari proyek strategis nasional, sebelum ada pembicaraan, penyelesaian dan kesepakatan dengan warga tedampak proyek tersebut.
GNPR juga menuntut Kapolri agar warga peserta aksi penolakan terhadap penggusuran paksa Kampung Tua Pulau Rempang agar dibebaskan dari tahanan. Mereka juga menuntut Kapolri dan Panglima TNI untuk bersikap humanis, menarik mundur pasukan serta mencopot Kapolda Kepulauan Riau, Kapolsek Barelang dan Komandan TNI AL Batam yang terlibat dalam kekerasan fisik terhadap masyarakat sipil. Selanjutnya, GNPR menyerukan kepada seluruh rakyat agar bersatu padu tegakkan amanat Konstitusi UUD 1945. (HW)