reporter-channel – Temuan tulang belulang manusia di lokasi pembangunan Memorial Living Park Rumoh Geudong, di Desa Bili Aroen, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie, Aceh, Sumatra, membuat Komnas HAM memberikan sikap kepada pemerintah.
Komnas HAM telah memperoleh informasi dari masyarakat Desa Bili Aroen, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie dan berdasarkan penyelidikan, Rumoh Geudong merupakan tempat terjadinya peristiwa pelanggaran HAM yang berat pada 1989-1998.
Sehubungan dengan temuan tulang belulang manusia pada lokasi pembangunan Memorial Living Park Rumoh Geudong, Komnas HAM menyampaikan pandangan yang penting untuk menjadi perhatian bagi pemerintah sebagai berikut:
1. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan beserta Pemerintah Aceh dan Pemkab Pidie untuk menjaga tulang belulang tersebut dengan mempertimbangkan kemungkinan keterkaitan bukti-bukti tersebut dengan Peristiwa Rumoh Geudong.
2. Jaksa Agung selaku penyidik pelanggaran HAM yang berat untuk melakukan uji forensik termasuk tes DNA guna memastikan identitas korban dengan keluarga yang masih ada.
3. Pemerintah membuka ruang kepada korban, keluarga korban, dan publik dapat mengetahui informasi temuan tersebut sebagai pemenuhan hak korban untuk mengetahui kebenaran.
4. Pembangunan Memorial Living Park atau memorialisasi pada lokasi terjadinya peristiwa pelanggaran HAM yang berat merupakan hal yang penting. Namun, perlu dilakukan dengan prinsip kehati-hatian mengingat kemungkinan adanya bukti-bukti lain di wilayah pembangunan Memorial Living Park tersebut.Demikian keterangan pers ini disampaikan agar semua pihak mengedepankan prinsip-prinsipkemanusiaan serta penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Pembangunan Memorial Living Park Rumoh Geudong, merupakan bagian dari pelaksanaan Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat. Sebagaimana telah diketahui bahwa lokasi pembangunan Memorial Living Park Rumoh Geudong merupakan salah satu Pos Sattis saat pemberlakuan Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh pada 1989-1998.