Puan Minta Perlindungan Korban Pencabulan Kapolres Ngada

Puan Minta Perlindungan Korban Pencabulan Kapolres Ngada

Jakarta – Ketua DPR RI Puan Maharani menekankan pentingnya perlindungan bagi para korban dalam kasus pencabulan dan kekerasan seksual Kapolres Ngada, Nusa Tenggara Timur, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja. Ia juga menilai hukuman berat sudah selayaknya diberikan kepada pelaku.

“Penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan terhadap anak menjadi sebuah keniscayaan. Kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan yang sangat luar biasa sehingga harus ada hukuman berat dan tidak boleh ada toleransi sedikitpun,” ucap Puan Maharani, Jumat (14/3/2025).

Seperti diketahui, Fajar diduga melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur dan persetubuhan atau perjinaan tanpa ikatan pernikahan yang sah, konsumsi narkoba, serta merekam, menyimpan, memposting dan menyebarluaskan video pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.

Kasus ini berawal ketika Fajar merekam aksinya lalu menjual video asusilanya di sebuah situs porno di Australia. Akhirnya Australian Federation Police (AFP) atau Polisi Federal Australia yang menemukan video Fajar melacak asal konten dewasa tersebut dan diketahui diunggah dari Kota Kupang, NTT, pada pertengahan tahun 2024. Dalam unggahan itu terdapat wajah Fajar yang tengah mencabuli anak berusia 6 tahun. AFP dan Pemerintah Australia lalu melaporkannya ke otoritas Indonesia.

Baca dong: perilaku-eks-kapolres-ngada-dibongkar-australia/

Setelah diselidiki, Fajar diduga melakukan kekerasan seksual terhadap 3 anak di bawah umur dan 1 orang dewasa. Puan mengatakan, kasus ini menambah daftar panjang kejahatan seksual di Indonesia.

“Kita masih memiliki pekerjaan rumah yang sangat besar untuk menghapuskan kekerasan seksual di Indonesia. Ini sudah menjadi fenomena gunung es yang harus menjadi perhatian kita bersama,” tegasnya.

Saat ini, Fajar ditahan di Bareskrim Polri dan telah dicopot dari jabatannya meskipun masih belum dipecat dari institusi Polri. Bareskrim Polri memastikan hukuman Fajar diperberat karena menyangkut eksploitasi seksual terhadap anak.

Menurut Puan, hal tersebut sejalan dengan UU No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sebab dalam beleid ini, ada tambahan hukuman bagi pelaku yang merupakan pejabat publik. Ia meminta, semua pihak mengawal proses hukum kasus kekerasan seksual itu.

“Jika negara gagal memberikan keadilan bagi korban dan tidak serius dalam upaya pencegahan, maka kasus serupa akan terus terulang,” ujarnya.

“Perlindungan terhadap anak dan perempuan harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan negara, bukan sekadar wacana tanpa tindakan nyata,” tuturnya.

Puan menekankan pentingnya negara memberikan perlindungan maksimal bagi para korban dan memastikan pencegahan agar peristiwa serupa tidak terulang. Ia meminta penegak hukum beserta stakeholder terkait untuk menjamin perlindungan bagi para korban dalam kasus kekerasan seksual tersebut.

“Penegakan hukum dalam kasus kekerasan seksual ini sangat penting, namun pemenuhan hak-hak korban juga harus menjadi fokus. Hal ini juga menjadi amanat dalam UU TPKS,” kata Puan.

Puan menambahkan, mayoritas korban pada kasus ini adalah anak-anak yang masih dalam usia rentan. Para korban, kata Puan, berpotensi mengalami trauma jangka panjang akibat perbuatan pelaku.

“Saya tidak bisa membayangkan pilu yang dirasakan anak-anak ini. Bagaimana bisa orang dewasa yang harusnya melindungi dan menjaga mereka, justru melakukan kejahatan luar biasa yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan,” tambahnya.

“Pelecehan seksual terhadap anak merupakan kejahatan yang berdampak serius pada psikologis korban. Negara harus hadir untuk memastikan bahwa mereka mendapatkan perlindungan, pendampingan psikologis, dan keadilan,” sambung Puan.

Puan pun mendukung langkah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan Kementerian Sosial (Kemensos) yang melakukan pendampingan bagi para korban. Ia juga mengimbau Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk ikut turun memberikan pendampingan.

“Korban harus mendapatkan layanan pemulihan trauma secara komprehensif. Anak-anak yang menjadi korban kejahatan seksual harus diberikan terapi psikososial untuk membantu mereka pulih dari dampak psikologis,” terang Puan.

Puan juga meminta Pemerintah melalui kementerian/lembaga terkait memastikan korban pencabulan mendapatkan fasilitas dan rehabilitasi yang mumpuni.

“Negara harus menyediakan program pemulihan jangka panjang, termasuk konseling dan terapi psikologis yang memadai. Rehabilitasi sosial sebagai hak korban kekerasan seksual harus dipenuhi,” ungkap Puan.

Tak hanya itu, Puan juga mengingatkan agar proses hukum harus dilakukan dengan memastikan bahwa korban tidak mengalami tekanan atau intimidasi dari pihak manapun.

“Penegak hukum perlu memberikan perlakuan khusus dalam pemeriksaan korban anak, dengan pendekatan yang tidak memperparah trauma mereka,” ujarnya.

Di sisi lain, Puan mendorong agar upaya pencegahan kasus kekerasan seksual semakin ditingkatkan. Apalagi masalah kekerasan seksual ini juga menjadi salah satu isu yang terkait dengan sasaran atau target dari Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan.

“Target SDGs 5 bertujuan mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan dan anak perempuan di dunia, yang di dalamnya termasuk menghilangkan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak,” urai Puan.

Untuk itu, Puan menekankan pentingnya edukasi tentang kekerasan seksual kepada masyarakat. Ia juga menilai lembaga pendidikan, lingkungan dan keluarga, serta komunitas untuk lebih aktif dalam memberikan pemahaman kepada anak-anak tentang cara mengenali tanda-tanda pelecehan seksual dan bagaimana melaporkannya.

Puan memastikan DPR bekerja sama dengan Pemerintah juga akan terus berupaya memperkuat kebijakan perlindungan anak dan perempuan.

“Tentunya untuk memerangi kekerasan seksual dibutuhkan kerja bersama dari semua pihak, termasuk dari berbagai elemen bangsa dan masyarakat itu sendiri. Mari bersama membawa Indonesia agar terbebas dari aksi kekerasan seksual, khususnya pada perempuan dan anak,” tutupnya.

Share Here: