Kerusuhan kembali terjadi di Prancis pada hari Sabtu (1/7/2023) saat keluarga Nahel M, yang ditembak oleh seorang polisi, mempersiapkan pemakaman remaja tersebut.
45.000 polisi dikerahkan dan beberapa kendaraan lapis baja untuk mengatasi krisis terburuk dalam kepemimpinan Presiden Emmanuel Macron.
Kementerian Dalam Negeri Prancis mengatakan bahwa 994 orang telah ditangkap, malam sebelumnya 875 orang juga telah dikandangkan.
Nahel, seorang remaja berusia 17 tahun keturunan Aljazair dan Maroko, ditembak saat berhenti di lampu merah pada hari Selasa (27/6) di pinggiran kota Nanterre, ibukota Prancis.
Mengutip dari Reuters rencananya pemakaman pribadi akan diadakan pada hari Sabtu (1/7), sementara itu jalan-jalan menuju rumah duka dan pemakaman akan ditutup.
Kematian Nahel, yang terekam dalam video, telah menghidupkan kembali keluhan yang telah lama ada di masyarakat miskin dan masyarakat perkotaan yang memiliki ras campuran mengenai kekerasan dan rasisme oleh polisi.
Presiden Emmanuel Macron telah membantah adanya rasisme sistemik di dalam lembaga penegak hukum Prancis.
Bangunan dan kendaraan telah dibakar dan toko-toko dijarah dalam kerusuhan, yang telah menyebar ke seluruh negeri, termasuk ke kota-kota seperti Marseille, Lyon, Toulouse, Strasbourg dan Lille.
Lebih dari 200 polisi terluka dan ratusan perusuh telah ditangkap, Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin mengatakan, rata-rata usia mereka adalah 17 tahun.
80 orang ditangkap di Marseille pada Jumat malam. Marseille merupakan rumah bagi banyak orang keturunan Afrika Utara.
Sebuah ledakan mengguncang area pelabuhan tua di kota selatan, namun pihak berwenang mengatakan bahwa mereka tidak yakin ada korban jiwa.
Para perusuh di pusat kota terbesar kedua di Prancis itu menjarah sebuah toko senjata dan mencuri senapan berburu, namun tidak ada amunisi, kata polisi.
Satu orang ditangkap dengan senapan yang kemungkinan besar berasal dari toko tersebut, toko tersebut kini dijaga oleh polisi.