reporter-channel – Investasi seharusnya meningkatkan kesejahteraan warga, bukan sekadar memperkaya para investor, apalagi jadi investasi pemicu penderitaan. “Kalau kegiatan investasi justru memicu penderitaan, justru memicu kondisi yang tidak sehat di dalam kesejahteraan rakyat, ini perlu ada langkah-langkah koreksi,” kata Anies Baswedan, bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan di Kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera (DPP PKS), di Jakarta Selatan, Selasa (12/9).
Anies mengatakan sikapnya itu ketika para wartawan yang meliput kunjungannya ke DPP PKS meminta komentar bekas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Gubernur DKI Jakarta itu tentang konflik horizontal yang terjadi di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, dalam beberapa hari terakhir ini.
Anies menekankan pentingnya mengedepankan prinsip keadilan dalam kegiatan-kegiatan investasi, termasuk dalam konflik yang terjadi pada warga di Pulau Rempang. “Harus mengedepankan prinsip ini dalam situasi apapun. Karena kita tahu bahwa pelaksanaan selalu ketemu dengan berbagai macam tantangan di lapangan,” tegasnya.
Kata Anies, proses di jalan yang damai perlu dilakukan dalam konflik-konflik semacam ini tanpa mengerahkan kekuatan fisik terhadap warga. “Jadi kami melihat penting sekali untuk mengedepankan proses yang damai, proses yang melibatkan semua dan beri waktu ekstra sehingga proses dialog itu berjalan dengan baik,” ujarnya.
Ia lalu mencontohkan pengalamannya dalam menangani persoalan warga yang sempat digusur oleh Gubernur Jakarta sebelum dirinya. “Kami merasakan pengalaman di Jakarta, ketika ada tindakan-tindakan kekerasaan yang menyangkut penggeseran, penggusuran itu luka sosialnya lama,” kata Anies.
Konflik di Pulau Rempang bermula saat aparat menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa pada Kamis (7/9/2023). Puluhan warga terluka. Insiden terjadi saat proses pengukuran pengembangan kawasan Rempang Eco City. Proyek ini masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) 2023.
Pembangunan ini bakal berdampak kepada 10 ribu warga Pulau Rempang dan Galang yang tersebar di 16 Kampung Melayu Tua. Mereka bakal terusir dari lahan yang telah mereka huni turun-temurun. Masyarakat adat menolak karena ingin mempertahankan adat istiadat mereka yang berumur ratusan tahun.
Pasca insiden Kamis, pada Senin (11/9) warga berkumpul di depan Kantor BP Batam. Massa semakin banyak. Aksi unjuk rasa berubah menjadi ricuh ketika massa mulai merusak pagar dan melemparkan batu ke arah Kantor BP Batam dan aparat yang mencoba bertahan. Investasi Pemicu Penderitaan. (HW)